Sabtu, 29 Maret 2014

"The Call"

It started out as a feeling
Which then grew into a hope
Which then turned into a quiet thought
Which then turned into a quiet word
And then that word grew louder and louder
'Til it was a battle cry
I'll come back when you call me
No need to say goodbye

Just because everything's changing
Doesn't mean it's never been this way before
All you can do is try to know who your friends are
As you head off to the war
Pick a star on the dark horizon and follow the light
You'll come back when it's over
No need to say goodbye
You'll come back when it's over
No need to say goodbye

Now we're back to the beginning
It's just a feeling and no one knows yet
But just because they can't feel it too
Doesn't mean that you have to forget
Let your memories grow stronger and stronger
'Til they're before your eyes
You'll come back when they call you
No need to say goodbye
You'll come back when they call you
No need to say goodbye



Akhir-akhir ini dapet postingan yang sedikit mengejutkan sekaligus menyenangkan dari sebuah grup medsos, katanya bulan Ramadhan tinggal 100 hari lagi, apa yang sudah dipersiapkan?

Senang karena Ramadhan yang indah dan penuh berkah itu akan datang lagi :D Kaget karna ga kerasa banget sebentar lagi udah mau Ramadhan aja. Padahal rasanya belum lama ini saya menangis-nangis minta pulang saat Idul Fitri.

Lalu, apa saja yang sudah dipersiapkan? Ini bikin sedih :''(   mengingat kondisi saat ini yang ....

Lalu, saya ingat rumah. Sudah 2 atau 3 tahun tidak menikmati setengah dari Ramadhan di rumah saja, yang namanya Ramadhan itu bagi saya tetap artinya rumah, ingatan yang paling melekat di saat-saat Ramadhan adalah suasana rumah yang tenang, mama yang sibuk memasak, ajakan papa di sore hari untuk membeli "pabukoan" alias ta'jil, berbuka bareng di ruang tengah yang dibentangin karpet, mempersiapkan pabukoan, piring-piring, teh manis anget, memanggil dedek untuk segera berbuka yang biasanya lagi sibuk main games atau nonton, atau internetan di depan laptop. Lalu malamnya pergi ke masjid dekat rumah untuk shalat Isya berjamaah + tarawih + ceramah agama.

Entahlah bagaimana Ramadhan tahun ini. Yang pasti waktu-waktu indah seperti dulu akan semakin berkurang. Semoga Allah masih mengizinkan kita untuk bertemu bulan Ramadhan, dan semoga ada kesempatan untuk berkumpul kembali seperti tahun2 lalu.

http://www.quotesfrenzy.com/86152/sad-love-quotes-16-2


Oh iya, lagu di atas malah ngingetin saya tentang rumah. Kangen. Walaupun artinya ga terlalu nyambung sih, hehe.

Senin, 10 Februari 2014

Akhirnya ngajar :)

Akhirnya menemukan celah juga untuk menulis. Adalah Jumat sore tertanggal 24 Januari saya seharusnya menulis di blog ini sesuai janji saya saat itu. Ada apa emangnya di hari itu? Well, sebelumnya FYI, berkat tawaran dari Juan yang baik hati, selama sekitar setengah bulan saya liburan di nangor, 2 hari dalam 1 minggunya saya rutin habiskan untuk mengajar bocil-bocil berbahasa inggris. Awalnya saya pikir nothing to lose, di saat saya bengong nggak jelas di kamar kosan, dan memang benar-benar tidak ada kegiatan yang urgent dari kampus, "why not?" pikir saya waktu itu ketika ditawarkan untuk menggantikan Juan mengajar selama sebulan, karena dia harus mengikuti program KKN.

Untuk memberikan gambaran dulu, sebelum saya benar-benar menerima tawaran itu, akhirnya saya memutuskan untuk ikut melihat-lihat gimana sih proses belajar mengajar di sana. Eh, taunya pas sampai di sana saya, berdua dengan Risma yang masih newbie, sudah ditawarkan untuk mengajar satu kelas, berisikan bocil-bocil berusia 3-5 tahun. Apa yang terjadi? Saya lebih banyak diam dan senyum-senyum, sementara Risma sepertinya sudah berusaha sangat keras menenangkan kelas, ditambah lagi pertanyaan anak-anak, "Miss Juan mana? Mau sama Miss Juan?" Oke baiklah, pada titik itu aku sudah berlatih sendiri di dalam hati merangkai kata yang masih terdengar sopan untuk menolak tawaran Juan. I can't stand on such things like this.

Tapi pada akhirnya, di sore yang niat awalnya hanya untuk melihat-lihat saja itu, saya memutuskan untuk mencoba, mengambil kesempatan, sekaligus menantang diri saya sendiri. Diri saya ini, yang saya amat kenali, sejujurnya memiliki perasaan yang tidak terlalu terasah dengan baik, alhasil sedikit berbeda dengan perempuan kebanyakan, tidak terlalu peka akan perasaan orang lain, dan hal lain juga yang terkait adalah sulit mendapatkan chemistry yang pas dengan anak-anak. Sementara the other girls, yaaah tau lah ya, yang ga bisa diam dan duduk tenang setiap melihat bayi atau anak kecil, yet, I'm not kinda that girl.

Nah, justru karena itulah, akhirnya saya menerima tantangan, eh tawaran dari Juan dan tentunya Bu Arry (yang mengelola les Bahasa Inggris ini). Pertama kali saya ngajar, semenjak dari kosan saya udah deg-degan parah. Udah siap sedia dengan amunisi (boneka2, dan benda2 lucu lainnya), lagi-lagi kelas yang saya ajar adalah bocil-bocil berumur 3-5 tahun, okay let's say this Toddlers's class. Alhamdulillah, setelah saya sukses mensugesti diri untuk menjadi anak kecil (bernyanyi-nyanyi riang plus gerakan yang overlimit, suara setengah cempreng), 15 menit lebih cepat dari yang seharusnya, anak-anak meronta-ronta ingin pulang. Akhirnya saya melakukan kesalahan besar, memulangkan mereka 15 menit lebih cepat. Setelah itu saya ditegur sama Bu Arry karena jadinya ga enak juga sama orang tua. Bu Arry, maafkan saya. Di kelas selajutnya, tidak terlalu jauh berbeda, ada 1 anak yang ga akan pernah bosan bercerita apaaaaaaaaaaa sajaa. Apapun. Dan lucuuuuu >,< Oke, walaupun anak ini sedikit mengganggu flow mengajar (hal ini sebelumnya udah diwanti2 sama Juan). Sebaliknya ada anak yang kayanya denial banget sama guru baru, alias saya, yang mana ini anak dari awal masuk sampai mau pulang, nunduuuuk aja, dan bahkan dia tidak duduk, melainkan bergulung di kursi. Tell me, how to face this

Menyadari kewalahan saya mengajar the toddlers, akhirnya Bu Arry menawarkan saya untuk mengajar anak-anak yang sedikit normal, eh maksudnya sedikit lebih besar, kisaran kelas 3-5 SD. Saya tanpa pikir panjang langsung menerima sekaligus bernapas lega :D Dan Alhamdulillah pengalaman mengajar selanjutnya ga sedahsyat pada hari pertama. Akhirnya saya malah menikmatinya. Sorakan "Yaaah" putus asa saat saya berkata, "Ya, boleh pulang, tapi...", atau "Sekarang kerjakan halaman setelahnya," wajah-wajah berseri-seri penuh semangat saat menjawab pertanyaan rebutan untuk tiket pulang, dan berbagai tingkah kepolosan mereka.

Ada satu hal yang menurut saya lucu dan menarik banget. Waktu itu saya ceritanya mau bikin games, tapi paling tidak anak-anaknya harus dibagi dalam 2 kelompok. Mengingat perbandingan laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang, 7 (atau 6 ya?)  berbanding 4, saya menawarkan bagaimana kalau kelompoknya campur laki-laki dan perempuan (lupa akan kepolosan dan kejernihan hati mereka). Semua langsung bersorak "Gak mauu miss, gak mauu!" Berontak tidak setuju. Hahaaaa... saya hanya bisa senyum-senyum melihat respon mereka. Anak-anak yang polos, you just never know how you will be looking for each other in the next 10 or 15 years, maybe. Ini juga salah satu kenapa saya menikmati mengajar. Kepolosan mereka terkadang malah mengingatkan saya di saat-saat terburuk saya.

Anak kecil aja ga mau miss disatuin, masa yang lebih dewasa kalah sama anak kecil :p

Daan, kabar gembiranya lagi, dari kemaren2 yang lalu, Risma menghubungi saya tentang titipan Bu Arry, alias honorariuuuum (melompat senang). Ga pernah berharap apa-apa tentang satu ini sebenarnya, mengingat ekspresi Juan dulu yang bilang "Masalah honornya, terima aja, ga banyak." So what more can I say, right? Dan ternyata, kemarin saya baru benar-benar tau jumlahnya dari Risma, which is, udah lumayaaaaan banget banget. Mengingat saya rasanya ga ngapa-ngapain, hiiks :''') Makasih bu Arry, makasih semuanya, makasih anak-anak polos dan lucu yang udah mau saya ajar. Maafkan saya kalau terlalu banyak kekurangan. Semoga kelak kalian bisa jadi insan yang berguna, shaleh/ah, calon pemimpin umat, pemberi teladan bagi sekitar. love youuu <3

Oh iya, btw tanggal 24 Januari sejujurnya belum kejawab. Itu adalah hari terakhir saya mengajar anak-anak itu. Akhirnya hari itu saya menyatakan ketidaksanggupan saya pada Bu Arry, karena besok-besoknya saya udah harus pindahan ke Bandung dan akan lebih hectic di Bandung. Akhirnya Bu Arry memahami dan berusaha membujuk satu pengajar untuk bersedia menambah jam mengajarnya, menggantikan saya.