Senin, 27 Mei 2013

99 Keping Emas


Suatu malam di tengah perjalanan menuju Bukittinggi, saya, dedek, Papa, dan Mama tengah asyik bercerita banyak hal dan dihiasi suara tawa renyah dari masing-masing kami. Maklum, waktu itu liburan, semua hal pasti terlihat lebih indah saat liburan (that's why tumpukan buku-buku pelajaran dan sebangsanya tak pernah terlihat saat itu, isn't it?). Lalu, seperti biasa, Papa, our best story-teller, bercerita tentang sebuah kisah, tentang 99 keping emas.

Jadi, begini ceritanya...

Alkisah, tinggallah sepasang suami istri yang hidup sederhana dengan keempat anakya yang masih kecil-kecil. Mmm.. sebut saja sang ayah bekerja sebagai petani yang setiap hari berangkat subuh dan pulang di senja hari, bekerja menggarap sepotong lahan kecil milik sang tuan tanah. Upah yang didapat perharinya cukup untuk memberi makan anak dan keempat istrinya dengan sejumlah ikan teri dan daun singkong rebus. Atau ada kalanya sang ayah mendapatkan bonus hasil kerjanya, sehingga keluarga kecil itu terkadang mendapatkan kesempatan untuk mengecap nikmatnya rasa daging ayam beserta sedikit buah-buahan.

Sementara itu, sang ibu setiap harinya disibukkan oleh merawat anak-anaknya serta mengerjaan pekerjaan rumah lain yang lazim dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga, seperti memasak, mencuci pakaian, menyapu rumah, sesekali mencabuti rumput-rumput liar di taman yang sudah mulai tumbuh tidak beraturan. Begitu seterusnya kehidupan sederhana itu berjalan. Dua dari empat anaknya pun seperti anak-anak lainnya sibuk dengan rutinitas sekolah di pagi hari, dan bermain menyibukkan diri di sungai atau lapangan bola di sore harinya. Sementara dua anak lainnya masih terlalu kecil untuk bersekolah maupun bermain di luar rumah.

Suatu hari di tengah rutinitas yang sudah biasa dilakukan itu, tanpa diduga terjadi suatu keajaiban bagi keluarga kecil itu. Di tengah perjalanan pulang dari sawah sambil memikul letih setelah bekerja seharian, perhatian sang ayah tersita oleh bungkusan lumayan besar yang tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Karena penasaran sang ayah mendekatinya dan membuka bungkusan itu, mencari tahu apa isnya. Tanpa diduga ternyata terdapat begitu banyak kepingan-kepingan emas di dalamnya. dengan jantung yang masih berdetak kencang saking kagetnya, sang ayah membawa bungkusan emas itu pulang bersamanya.

Sesampainya di rumah, bungkusan itupun diperlihatkan pada istrinya. Sesaat kemudian keluarga itu lebur dalam suasana gembira dan terkaget-kaget yang amat sangat. Kemudian mereka pun menghitung jumlah kepingan emas itu, menerka-nerka seberapa berharganya harta yang sedang ada di depan matanya saat itu. Ternyata jumlah seluruhnya adalah 99 keping emas.

Sang istri terheran-heran, "Apa maksudnya hingga kita bisa menemukan harta ini? Dan jumlahnya, kenapa 99? Kenapa tidak 100 saja sekalian?"

Suami pun ikut heran, "Benar juga. Kenapa jumlahnya tanggung begini? Jika yang ada adalah 100 keping emas, pasti akan lebih bagus lagi."

Begitulah hingga jumlah 99 ini memusingkan sepasang suami istri yang hidup sederhana ini. Kemudian mereka pun sampai pada kesimpulan,

"Pak, saya ada ide. Bagaimana jika sebagian keping emas ini kita jadikan modal untuk usaha, untuk mendapatkan keping emas yang lebih banyak lagi, hingga jumlahnya mencukupi 100 keping emas. Lalu kita akan menjadi orang kaya raya dengan 100 keping emas itu!" sahut sang istri dengan begitu semangatnya.

Sang ayah pun tak mendengar sedikitpun kekurangan pada ide istrinya itu dan mereka pun setuju untuk menjadikan beberapa keping emas itu sebagai modal.

Namun ternyata pada kenyataannya usaha yang mereka jalankan tak sesuai rencana karena mereka melakukannya terburu-buru dan hanya dengan obsesi mendapatkan lebih banyak keping emas. Sehingga mereka berjualan dengan ilmu yang minim. Hasilnya hanya rugi yang mereka dapatkan, keping emas yang dijadikan modal sebelumnya pun habis sudah tak bersisa.

Kegagalan itu tak membuat mereka menjadi putus asa. Mereka terus mencoba dan mencoba, manghabiskan semua keping emas yang tersisa demi mendapatkan keping emas yang lebih banyak lagi. Ya, seperti mimpi mereka di awal, menjadikan 99 keping emas menjadi genap 100 keping.

Dikarenakan niat keserakahan itu, akhirnya semua usaha yang dilakukan selalu gagal dan gagal, hingga habislah sudah semua keping emas yang dia punya, habis tak bersisa lagi walaupun hanya satu keping.

Kini tinggallah sepasang suami istri tadi menyesali semua perbuatannya. Mereka baru tersadar bahwa mereka lupa bersyukur akan 99 keping emas itu, dan malah mempertanyakan, "Kenapa tidak 100?" Hingga pada akhirnya tak ada satupun yang mereka dapatkan selain lelah dan tertipu oleh angan-angan akan 100 keping emas.

Betapa syukur itu sangat penting, dan manusia bisa begitu bodoh jika ditipu oleh nafsu dan sifat kikirnya. Terkadang kita suka lupa akan apa yang telah kita punya, lalu lupa bersyukur atasnya, dan selalu mencari-cari kekurangannya. Sehingga apa yang telah diberikan pada kita lupa untuk kita nikmati.